Bertepatan dengan hari Tanah Dunia yang jatuh pada tanggal 5 Desember 2014 anak-anak himpunan mahasiswa ilmu tanah IPB merayakan Hari Tanah Dunia bersama Komunitas Wilayah Ciliwung Cisadane dan SATGAS Pengelolaan Sampah Faperta Hijau, dengan berkampaye membagikan Stiker pada para penjalan kaki yang membawa makanan.
Maksud dari kampaye ini sendiri adalah mengigatkan para pejalan kaki yang membawa bawaan berupa makanan ataupun minuman yang mengandung plastik supaya tidak membuang sampahnya sembarang yang akan mengakibatkan Tanah dan Air tercemar. Ihsan ketua HMIT (himpunan mahasiswa/i ilmu tanah) bersama Hari Yanto (hari kikuk) dan Andri mengajak para pejalan kaki menghormati Tanah dengan tidak membuang sampah sembarangan yang nantinya akan mencemari tanah dan air. Ihsan menambahkan dalam rangka hari Tanah Internasional ini juga HMIT mengadakan diskusi di kalangan mahasiswa maupun mahasiswi untuk terjun lapang ke hulu sungai Ciliwung dan diskusi tentang permasalahan Agraria menjadi topik pilihan serta mengundang Dekan Fakultas pertanian Institute Pertanian IPB Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr sebagai pembicara dalam serangkaian hari Tanah Dunia.
Dalam pemaparannya Dr. Ir. Ernan Rustiadi. M. Arg memaparkan tentang permasalahan sampah dan prilaku manusia yang kurang menghormati Tanah, serta terkait sejarah terbentuknya Universitas Institute Pertanian Bogor. Dimana IPB di resmikan oleh Presiden pertama Indonesia yaitu Ir. Soekarno yang pada pidatonya juga mengundang seluruh rakyat, petani di Indonesia pada saat itu juga di hadiri oleh pak Toyib. Tentang ketahanan pangan merupakan hidup mati negara Indonesia.
Selain itu Dr. Ir. Ernan Rustiadi. M. Arg juga menjelaskan akan pentingnya ketahanan pangan bagi Negara Indonesia dimana pulau jawa yang merupakan hanya 6 persen dari daratan Indonesia menjadi tumpuan dan pemasok pangan sebesar 60 persen bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain membahas terkait pertanian dan pasokan pangan Dr. Ir. Ernan Rustiadi. M. Arg. Juga menceritakan tentang hukum negara kita serta para pelaku penguasaan lahan bagi para konglomerasi Negara kita sendiri. Dimana para konglomerasi negri ini mementingkan dirinya sendiri ketimbang rakyat banyak. Padahal kalau bicara hukum, hukum sebenarnya sudah ada sejak dari jaman kerajaan yang kini kita kenal dengan nama hukum adat, sebenarnya hukum adat ini merupakan hukum yang turun temurun ketimbang hukum yang kita kenal saat ini, yang kita ikuti peraturannya sejak pada jaman penjajahan hindia belanda dimana pada jaman itu hanya orang yang berkuasa saja yang memiliki lahan yang luas, apa bedanya dengan sekarang? Hanya orang yang punya uang banyak yang memiliki tanah/lahan yang luas untuk kepentingan kalangan nya sendiri tampa memikirkan rakyat dan petani. Seharusnya kita memiliki batasan karna kalau ini terus dibiarkan maka ketahan pangan negara kita akan terancam dan petani juga tidak memiliki lahan sehingga menjadi pekerja di tanahnya sendiri nantinya. Tutur Ernan. Tapi berkaca dari hukum bahwasannya pada tahun 2013 dimana ada organisasi non pemerintah Yaitu AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) mengugat kementerian Kehutanan terkait permaslahan lahan hutan lindung yang mengacu pada hukum yang merunut pada pemerintahan Indonesia dimana Hutan Lindung maupun Kawasan hutan merupakan milik Negara, padahal didalamnya masih banyak masyarakat adat salah satu contohnya di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Papua, dan pulau Sulawesi di Nusantara ini yang masih hidup didalam hutan dengan rumah rumah yang berada di dalam hutan, dimana menurut hukum pemerintah kita itu tanah Negara. Padahal mereka juga sama (masyarakat adat) memiliki keyakinan bahwasanya apa yang mereka tempati dan tinggali merupakan warisan dari para leluhur masyarakat Adat itu.
Namun pada tahun 2013 dimana pada saat itu Komisaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Ir. Abdon Nababan, mengugat Kementerian kehutanan ke Mahkama Kontitusi (MK) terkait permasalahan Lahan dan Tanah Adat yang merupakan warisan leluhur itu dan dalam perjuangan memperjuangkan Hak masyarakat adat terkait tanah dan lahan mereka membuahkan hasil, sehingga bisa merubah hukum bahwasanya sejatinya hukum yang memang seharusnya jadi panutan adalah hukum Adat tutur Dr. Ir. Ernan Rustiadi. M. Agr pada mahasiswa/i yang hadir di acara serangkaian memperingati Hari Tanah Dunia.
Oleh sebab itu seharusnya para penerus Bangsa seperti kalian(mahasiswa/i) inilah yang seharusnya kritis nantinya yang juga ikut memperbaharui dan memberikan masukan terkait kebijakan pemerintah tentang Agraria. Tentunya oleh sebab itu kalian akan tahu bahwasanya betapa pentingnya ilmu kalian tentang Ilmu Tanah yang kalian pelajari, di tambah kalian juga kemarin yang juga terjun lapang di hulu sungai Ciliwung, dimana tentunya kalian melihat langsung apa yang terjadi di hulunya Ciliwung bahwasannya banyak di dapati pelangaran-pelangaran yang berkaitan dengan tataruang dan persoalan Agraria. Dimana bukan hanya petani yang merusak lahan hutan maupun hutan lindung namun juga banyak para konglomerasi Negri ini juga yang merusaknya bahkan orang-orang itu bukannya tak mengerti hukum, malahan mereka sangat ahli dalam hukum maupun yang seharusnya menegakkan hukum itu sendiri pun terlibat. Jadi apa yang salah dari negri ini untuk mempertahankan persoalan pangan dan Agraria di tambah jika musim kemarau, air kering masyarakat sulit mencari air, air yang ada pun juga tercemar oleh sampah. Yaitu sungai-sungai di Bogor ini juga tercemar seperti halnya Ciliwung dan Cisadane padahal airnya masih di manfaatkan namun kalian lihat kondisinya seperti apa setelah kalian terjun lapang. Jadi gimana hasil pertanian kita akan sehat kalau airnya pun tercemar di tambah makin banyaknya para petani yang berharap hasil panennya melimpah yang mengunakan pupuk kimia, padahal itu belum tentu membuat hasil panen melimpah. Tutup Dr. Ir. Ernan Rustiadi. Agr. Dalam paparan serangkaian Hari Tanah Internasional yang jatuh pada tanggal 5 Desember 2014 kemarin.